MAKALAH
MANUSIA,
AGAMA DAN ISLAM
Disusun untuk
memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengajar:
Didi Junaedi. M.A
DISUSUN_
AHMAD
ROPII
D-IV TEKNIK INFORMATIKA
POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA
TEGAL
201
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga kami
dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul ”Manusia,AgamadanIslam”.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Pada kesempatan ini,
kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami sebagai penyusun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini
dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Tegal,
24 September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER I
KATA
PENGANTAR
II
DAFTAR
ISI
III
BAB
I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah 3
B.Rumusan Masalah 3
C.Tujuan Penulisan Makalah 4
D.Manfaat Penulisan Makalah 4
BAB
II PEMBAHASAN
A.Landasan Teori 5
B.Pembahasan
10
BAB
III PENUTUPAN
A.Kesimpulan 15
B.Saran 16
DAFTAR
PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Manusia,
Agama dan Islam merupakan masalah yang sangat penting, karena ketiganya
mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang akan datang, yang tetap beriman
kepada Allah dan tetap berpegang pada nila-nilai spiritual yang sesuai dengan
agama-agama samawi (agama yang datang dari langit ataua gama wahyu).
Agama
merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam individu dan menumbuhkan
ketenangan hati pemeluknya. Agama akan memelihara manusia dari penyimpangan,
kesalahan dan menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif. Bahkan agama akan
membuat hati manusia menjadi jernih halus dan suci. Disamping itu, agama juga
merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda muslim dalam menghadapi
berbagai aliran sesat.
Agama
juga mempunyai peranan penting dalam pembinaan akidah dan akhlak dan juga
merupakan jalan untuk membina pribadi dan masyarakat yang individu-individunya
terikat oleh rasa persaudaraan, cinta kasih dan tolong menolong.
Islam
dengan berbagai ketentuannya dapat menjamin bagi orang yang melaksanakan
hukum-hukumnya akan mencapai tujuan yang tinggi.
B.Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas,kami merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Apakah
keberagamaan merupakan kebutuhan fitri?
2. Mengapa
manusia perlu memeluk agama ?
3. Mengapa
islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan ?
4. Bagaimana
islam sebagai agama yang lurus ?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Sejalan
dengan rumusan masalah diatas,makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
1.Memahami
bahwa keberagamaan merupakan kebutuhan fitri
2.Menjelaskan
sebab-sebab manusia perlu memeluk agama
3.Menguraikan
mengapa Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan
4.Mendeskripsikan
Islam sebagai agama yang lurus
D.Manfaat
Penulisan makalah
Makalah
ini disusun dengan harapan memberikan manfaat kepada pembaca tentang
Manusia, Agama dan Islam. Semoga memberikan manfaat bagi penulis sendiri.
BAB II
PEMBAHASAAN
A. LANDASAN TEORI
1.HAKEKAT MANUSIA DALAM ISLAM
8
Definisi Manusia Menurut al- Toumy al- Syaibani
- Manusia
sebagai makhluk Allah yang paling mulia di muka bumi.
- Manusia
sebagai khalifah di muka bumi.
- insan
makhluk sosial yang berbahasa.
- insan
mempunyai tiga dimensi yaitu: badan, akal dan ruh
- insan
dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil
pencapaian 2 faktor, yaitu faktor warisan dan lingkungan
- manusia
mempunyai motivasi, kecenderungan dan kebutuhan awal baik yang diwarisi
mauun yang diperoleh dalam proses sosialisasi.
- manusia
mempunyai perbedaan sifat antara yang satu dengan yang lainnya.
- insan
mempunyai sifat luwes, lentur, bisa dibentuk , bisa diubah.
Hakikat
manusia dalam islam Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang
dimuliakan, dibebani tugas, bebas memilih dan bertanggung jawab.
Makhluuq
(yang diciptakan)
a. Berada dalam fitrah Fitrah dapat membawa
manusia ke arah kebaikan misalnya hati nurani dapat membedakan mana yang baik,
dan mana yang buruk. [QS Ar Ruum:30]b.
Lemah Sebagai makhluk, manusia juga lemah karena manusia juga diciptakan
dengan keterbatasan akal dan fisik. [QS An Nisaa’:48]c. Bodoh Beban amanat yang begitu besar
dari Allah, diterima oleh manusia, disaat makhluk lainnya tidak menyanggupi
amanat tersebut karena beratnya amanat tersebut. [QS Al Ahzab;72]d. Memiliki kebutuhan Sebagai makhluk yang
terbatas secara fisik dan kemampuan. Maka sangat mungkin manusia memiliki
kebutuhan atau kehendak kepada Allah. [QS Faathir:15]
Mukarram
(yang dimuliakan)
a. Ditiupkan ruh [QS As Sajdah:9]b. Diberi keistimewaan [QS Al Isra:70]c. Ditundukkan alam untuknya . Semua alam
ini termasuk dengan isinya ini Allah peruntukkan untuk manusia. [QS Al
Jaatsiyah:12-13]
Mukallaf
(yang mendapatkan beban)
a. Ibadah Manusia secara umum diciptakan
oleh Allah untuk beribadah sebagai konsekuensi dari kesempurnaan yang
diperolehnya. [QS Adz Dzaariyaat:56]b.
Khilafah Allah mengetahui siapa sebenarya manusia, sehingga Allah tetap
menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi walaupun malaikat tidak setuju. [QS
Al Baqarah:30]
Mukhayyar
(yang bebas mamilih)
Manusia
diberi kebebasan memilih untuk beriman atau kafir pada Allah. [QS Al kahfi :29]
Majziy
(yang mendapat balasan)
a.
Surga Manusia diminta pertanggungjawaban atas segala
sesuatu yang dilakukannya, Allah menyediakan surga untuk mereka yang beriman
dan beramal soleh yaitu mereka yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangannya. [QS As Sajdah:19, Al Hajj:14]b. Neraka Balasan di akhirat terhadap
perbuatan manusia adalah bentuk keadilan yang Allah berikan di akhirat. Mereka
yang tidak menjalankan perintah Allah mendapatkan hukuman yang setimpal yaitu
dimasukkan ke dalam neraka. [QS As Sajdah:20]> Pertanyaan-pertanyaan ·
b.
Apakah menurut
anda tugas manusia sebagai Khilafah sudah terlaksana? Jawab: Ya dan tidak, di
satu sisi ada manusia yang berbuat kerusakan dan pertumpahan darah dimana-mana.
Namun ditempat lain manusia berusaha menjaga dan menjalankan amanah yang Allah
berikan kepadanya.·
Mengapa Allah ciptakan surga & neraka? Mengapa
Allah tidak menciptakan hukuman yang lebih edukatif saja? Jawab: Allah ciptakan
surga dan neraka karena memang segala sesuatu ada pasangannya. Sama seperti
gelap dan terang, jika dipikirkan lebih dalam, sesungguhnya gelap itu tidak
ada. Gelap adalah keadaan dimana ketiadaan cahaya, dalam arti lain terang. Maka
mengapa Allah ciptakan neraka? Tentu saja agar setiap orang dapat merasakan
ganjaran atas sesuatu yang telah ia lakukan. Jika Allah hanya menciptakan
surga, tanpa neraka. Maka tidak ada seorang pun yang mengerti hakikat
kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan di surga. Lalu mengapa Allah tidak
memberiakan hukuman yang lebih edukatif dari pada imbalan surga dan neraka?
Bukankah sudah cukup peringatan yang Allah berikan selama seseorang hidup di
dunia? Allah sudah memberikan peringatan langsung melalui Al Qur’an. Tak hanya
itu saja, Allah juga telah memberikan peringatan untuk siapapun yang
berpikir.·
Mengapa ibadah disebut sebagai beban? Jadi, manusia
beribadah hanya karena beban? Jawab: Allah menurunkan ibadah sebagai beban bagi
manusia, sebagai syarat kesempurnaan seorang manusia. Mengapa disebut sebagai
syarat kesempurnaan? Karena manusia memiliki hawa nafsu yang mendorong
seseorang manusia untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati
nuraninya. Namun ketika seorang manusia tetap melakukan ibadah, walaupun
memiliki hawa nafsu, di sanalah nilai kesempurnaannya.Manusia memang Allah
berikan beban untuk beribadah, namun bagaimana menyikapinya, itu adalah urusan
manusia, apakah ia menganggapnya sebagai beban atau sebagai sebuah kebutuhan.
2. MANUSIA DAN AGAMA
Dari sudut pandang manusia, yang ada adalah Allah Sang
Pencipta dan alam semesta yang diciptakan Allah. Sebelum Allah menciptakan Adam
sebagai manusia pertama, alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tatanan kerja
yang teratur, rapi, dan serasi. Keteraturan, kerapian, dan keserasian ini dapat
dilihat dari dua kenyataan: Pertama,berupa keteraturan, kerapian, dan
keserasian dalam hubungan alamiah antara bagian-bagian di dalamnya dengan pola
saling melengkapi dan mendukung; Kedua, keteraturan yang ditugaskan kepada
malaikat untuk menjaga dan melaksanakannya. Kedua hal itulah yang membuat
berbagai keteraturan, kerapian, dan keserasian yang kita yakini sebagai
Sunnatullah yakni ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah. Seperti pada
matahari sebagai pusat dari sistem tata surya, berputar pada sumbunya dan
memancarkan energinya kepada alam semesta secara teratur dan tetap.
Ada
tiga sifat utama Sunnatullah yang disinggung dalam Al-Qur’an, yaitu: pasti,
tetap, dan obyektif. Sifat yang pertama, yaitu pasti, tentu menjamin dan
memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana, sehingga dapat membuat
perhitungan yang tepat menurut Sunnatullah:
"…
Dia telah menciptakan sesuatu, dan Dia (pula yang) memastikan (menentukan)
ukurannya dengan sangat rapi." (QS 25:2)
"…
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi tiap
sesuatu." (QS 65:3)
Sifat
yang kedua adalah tetap, tidak berubah-ubah:
"…
Tidak ada yang sanggup menggubah kalimat-kalimat Allah." (QS 6:115)
"…
Dan engkau tidak akan menemui perubahan dalam Sunnah kami …" (QS 17:77)
Sifat
yang ketiga adalah obyektif:
"…,
bahwasanya dunia ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh." (QS
21:105)
Demikianlah
alam semesta diciptakan Allah dengan hukum-hukum yang berlaku baginya yang
(kemudian) diserahkan-Nya kepada manusia untuk dikelola dan dimanfaatkan,
sebagai khalifah. Untuk dapat menjalankan kedudukannya itu manusia diberi bekal
berupa potensi seperti akal yang melahirkan berbagai ilmu sebagai alat untuk
mengelola dan memanfaatkan alam semesta serta mengurus bumi ini.
"Dia
telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya …" (QS 2:31)
Dengan
akal dan ilmu yang dikuasainya, manusia akan mampu mengelola dan memanfaatkan
alam semesta serta bumi ini untuk kepentingan manusia serta makhluk lain. Atas
pelaksanaan amanat tersebut manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di
akherat apakah telah mengikuti dan mematuhi pola dan garis besar yang diberikan
melalui para nabi dan rasul yang termuat dalam ajaran agama.
Manusia
Menurut Agama Islam
Al-Qur’an
tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok hewan selama manusia
mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya. Namun bila manusia tidak
mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat tinggi
nilainya seperti: pemikiran, kalbu, jiwa, raga, serta pancaindera secara baik
dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan:
"…
Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat
Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah).
Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih
rendah (lagi) dari binatang." (QS 7:179)
Di
dalam Al-Qur’an manusia disebut antara lain dengan al-insan (QS 76:1), an-nas
(QS 114:1), basyar (QS 18:110), bani adam (QS 17:70). Berdasarkan studi isi
Al-Qur’an dan Al-Hadits, manusia (al-insan) adalah makhluk ciptaan Allah yang
memiliki potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan mempergunakan akalnya
mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam,
mempunyai rsa tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (N.A.
Rasyid, 1983: 19). Berdasarkan rumusan tersebut, manusia mempunyai berbagai
ciri sebagai berikut:
Makhluk
yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan Tuhan yang
paling sempurna.
"Sesungguhnya
Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS 95:4)
Manusia
memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada
Allah.
"…
‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi.’ " (QS 7:172)
Manusia
diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
"Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku." (QS 51:56)
Manusia
diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifahnya di bumi.
"Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesunggunya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ … " (QS 2:30)
Manusia
dilengkapi akal, perasaan, dan kemauan atau kehendak.
"Dan
katakanlah: ‘kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir.’ …" (QS 18:29}
Manusia
secara individual bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
"…
Setiap orang (manusia) terikat (bertanggung jawab) terhadap apa yang
dilakukannya." (QS 52:21)
Manusia
itu berakhlak.
Manusia
menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi berupa tubuh
yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa roh yang berasal dari alam
gaib. Al-Qur’an mengungkapkan proses penciptaan manusia:
"Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari)
tanah [12]. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim) [13]. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Suci-lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik [14]. Yang membuat segala
sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia
dari tanah [7]. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina (air mani) [8]. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam
(tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi Kamu pendengaran,
penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur [9]." (QS
23:12-14, 32:7-9)
Sedangkan
menurut hadits, Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya,
setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh
hari sebagai nuthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal
darah), selama itu pula sebagai mudhghah (segumpal daging). Kemudian Allah
mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalam tubuh manusia, yang berada dalam
rahim itu" (HR Bukhari dan Muslim)
Ali
Syari’ati – sejarawan dan ahli sosiologi Islam terkemuka – mengemukakan
pendapatnya mengenai intrepretasi hakikat kejadian manusia. Manusia menpunyai
dua dimensi: dimensi ketuhanan (kecendrungan manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah) dan dimensi kerendahan atau kehinaan (lumpur mencerminkan
keburukan-kehinaan). Karena itulah manusia dapat mencapai derajat yang tinggi
namun dapat pula terperosok dalam lembah yang hina, yang manusia dibebaskan
untuk memilihnya.
Ali
Syari’ati memberikan makna tentang filsafat manusia:
Manusia
tidaklah sama (konsep hukum), tetapi bersaudara (asal kejadian).
Manusia
mempunyai persamaan antara pria dan wanita (sumber yang sama yakni dari Tuhan).
Manusia
mempunyai derajat yang lebih tinggi dari malaikat karena pengetahuan yang
dimilikinya.
Manusia
memiliki fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan roh Tuhan, yang terdapat
kebebasan pada dirinya untuk memilih.
Atas
kebebasan memilih tersebut, manusia bergerak dalam spektrum yang mengarah ke
jalan Tuhan atau sebaliknya mengarah ke jalan setan. Manusia dengan akalnya
sebagai suatu hidayah Allah kepada-Nya , memilih apakah ia akan terbenam dalam
lumpur kehinaan atau menuju ke kutub mulia ke arah Tuhan. Dalam menentukan
pilihan manusia memerlukan petunjuk yang benar yang terdapat dalam agama Allah
yaitu agama Islam, yang menyeimbangkan antara dunia dan akherat.
"Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam …" (QS 3:19)
Manusia
sebagai makhluk Ilahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui lima tahap:
(1) alam gaib,
(2) alam rahim,
(3)
alam dunia,
(4) alam barzakh, dan
(5)
alam akherat.
Dari
kelima tahapan kehidupan manusia itu, tahap kehidupan di dunia merupakan tahap
yang menentukan tahap kehidupan selanjutnya, sehingga manusia dikaruniai Allah
dengan berbagai alat perlengkapan dan bekal agar dapat menjalankan tugas
sebagai khalifah di bumi, serta pedoman agar selamat sejahtera di dunia dalam perjalanannya
menuju tempatnya yang kekal di akherat nanti. Pedoman itu adalah agama.
Sesunguhnya
manusia diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apa arti ibadah? Apakah
secara ritual menyembah Allah, shalat lima waktu, puasa, zakat, dan berhaji
saja? Bila memang itu maknanya, lalu bagaimana dengan usaha mempertahankan
hidup? Apakah hanya dengan shalat maka hidangan akan disediakan Allah begitu
saja? Tentu tidak, kita sebagai manusia harus berusaha memperoleh makan dan
minum. Sebagai manusia kita harus bekerja untuk memperoleh penghasilan guna
memenuhi kebutuhan hidup. Bila ibadah hanya diartikan sebatas pada ibadah
ritual belaka dan tidak memasukkan bekerja sebagai suatu ibadah pula, maka
merugilah manusia karena hanya sedikit dari waktunya untuk beribadah, bila
dibandingkan ibadah dalam artian luas yang tidak terbatas pada ibadah ritual
belaka. Tujuan ibadah:
"Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu,
agar kamu bertaqwa." (QS 2:21)
Prof.DR.
M. Mutawwali As-Sya’rani mengutarakan bahwa: manusia diberi sarana oleh-Nya,
diberi bumi yang tunggal dan beribadah pada-Nya, Alah telah memberi
kewajiban-kewajiban, karenanya Allah meminta hak agar manusia beribadah
kepada-Nya dengan tujuan agar manusia dapat terhindar dari soal-soal buruk yang
merugikan di dunia.
Agama:
Arti dan Ruang Lingkupnya
Sesuai
dengan asal muasal katanya (sansekerta: agama,igama, dan ugama) maka makna
agama dapat diutarakan sebagai berikut: agama artinya peraturan, tata cara,
upacara hubungan manusia dengan raja; igama artinya peraturan, tata cara,
upacara hubungan dengan dewa-dewa; ugama artinya peraturan, tata cara, hubungan
antar manusia; yang merupakan perubahan arti pergi menjadi jalan yang juga
terdapat dalam pengertian agama lainnya. Bagi orang Eropa, religion hanyalah
mengatur hubungan tetap (vertikal) anatar manusia dengan Tuhan saja. Menurut
ajaran Islam, istilah din yang tercantum dalam Al-Qur’an mengandung pengertian
hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan hubungan manusia dengan manusia
dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya
(horisontal).
"…
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama(din) bagimu …"
(QS 5:3)
"Mereka
diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia …" (QS
3:112)
Persamaan
istilah agama tidak dapat dijadikan alasan untuk menyebutkan bahwa semua agama
adalah sama, karena adanya perbedaan makna atas istilah agama tersebut, yang
berbeda atas sistem, ruang lingkupnya, dan klasifikasinya.
Karena
agama merupakan kepentingan mutlak setiap orang dan setiap orang terlibat
dengan agama yang dipeluknya maka tidaklah mudah untuk membuat suatu defenisi
yang mencakup semua agama, namun secara umum dapat didefenisikan sebagai
berikut: agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan
mengadakan hubungan dengan-Nya melalui upacara, penyembahan dan permohonan, dan
membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu.
Hubungan
Manusia dengan Agama
Tujuan
penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta alam
semesta. Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk
beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan
benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya,
dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya
menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan mereka.
Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang
ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi
manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai
perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar
agama yang mengatur ibadah ritual belaka.
Sayangnya,
pada saat ini, kebanyakan kaum muslim tidak memahami hal ini. Mereka memahami
ajaran Islam sebagaimana para penganut agama lain memahami ajaran agama mereka
masing-masing, yakni bahwa ajaran agama hanya berlaku di tempat-tempat ibadah
dan dilaksanakan secara ritual, tanpa ada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut biasanya disebabkan karena dua hal: Pertama, terjadinya gerakan
pembaruan di Eropa yang fikenal sebagai Renaissance dan Humanisme, sebagai
reaksi masyarakat yang dikekang oleh kaum gereja pada masa abad pertengahan
atau Dark Ages, kaum gereja mendirikan mahkamah inkuisisi yang digunakan untuk
menghabisi para ilmuwan, cendikiawan, serta pembaharu. Setelah itu, pada masa
Renaissance, masyarakat menilai bahwa Tuhan hanya berkuasa di gereja ,
sedangkan di luar itu masyarakat dan rajalah yang berkuasa. Paham dikotomis ini
kemudian dibawa ke Asia melalui penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa
Eropa; Kedua, masih adanya ulama-ulama yang jumud, kaku dalam menerapkan
syariat-syariat Islam, tidak dapat atau tidak mau mengikuti perkembangan jaman.
Padahal selama tidak melanggar Al-Qur’an dan Hadits, ajaran-ajaran Islam adalah
luwes dan dapat selalu mengikuti perkembangan zaman. Akibat kejumudan tersebut,
banyak kalangan masyrakat yang merasa takut atau kesulitan dalam menerapkan
syariat-syariat Islam dan menilainya tidak aplikatif. Ini membuat masyarakat
semakin jauh dari syariat Islam.
Paham
dikotomis melalui sekularisme tersebut antara lain dipengaruhi terutama oleh
pemikiran August Comte melalui bukunya Course de la Philosophie Positive (1842)
mengemukakan bahwa sepanjang sejarah pemikiran manusia berkembang melalui tiga
tahap: (1) tahap teologik, (2) tahap metafisik, dan (3) tahap positif;
pemikiran tersebut melahirkan filsafat positivisme yang mempengaruhi ilmu
pengetahuan sosial dan humaniora, melalui sekularisme. Namun teori tersebut
tidaklah benar, sebab perkembangan pemikiran manusia tidaklah demikian, seperti
pada zaman modern ini (tahap ketiga), manusia masih tetap percaya pada Tuhan
dan metafisika, bahkan kembali kepada spiritualisme.
Sejarah
umat manusia di barat menunjukkan bahwa dengan mengenyampingkan agama dan
mengutamakan ilmu dan akal manusia semata-mata telah membawa krisis dan
malapetaka. Atas pengalamannya tersebut, kini perhatian manusia kembali kepada
agama, karena: (1) Ilmuwan yang selama ini meninggalkan agama, kembali pada
agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya, dan (2) harapan manusia pada
otak manusia untuk memecahkan segala masalah di masa lalu tidak terwujud.
Kemajuan
ilmu pengetahuan telah membawa manusia pada tingkat kesejahteraan yang lebih
tinggi, namun dampak negatifnya juga cukup besar berpengaruh pada kehidupan
manusia secara keseluruhan. Sehingga untuk dapat mengendalikan hal tersebut
diperlukan agama, untuk diarahkan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat
manusia.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan
hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah
Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk
mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang
di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an,
menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan
bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan
agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.
3. ISLAM SEBAGAI FITRAH MANUSIA
Islam sebagai Kebutuhan Fitri Manusia terdiri dari
dimensi fisik dan non fisik. Dimensi non fisik, yaitu jiwa (psyche), fikiran
(ratio), dan rasa (sense). Rasa yang dimaksud adalah kesadaran manusia akan
kepatuhan (senseofethic), keindahan (senseofaesthetic), dan kebertuhanan
(senseoftheistic). Rasa kebertuhanan (senseoftheistic) adalah perasaan pada
diri seseorang yang menimbulkan keyakinan akan adanya sesuatu yang maha kuasa
di luar dirinya (transcendence) yang menentukan segala nasib yang ada.
Keyakinan akan adanya Tuhan di capai oleh manusia melalui tiga pendekatan,
yaitu:
a.
Material experien ceofhumanity. Membuktikan adanya Tuhan melalui kajian
terhadap fenomena alam semesta.
b.
Inner experien ceofhumanity. Membuktikan adanya Tuhan melalui kesadaran bathiniyyah
dirinya.
c.
Spiritual experien ceofhumanity. Membuktikan Tuhan di dasarkan pada wahyu yang
di turunkan oleh Tuhan melalui Rasul-Nya. 2. Sebab-sebab manusia perlu memeluk
agama Manusia perlu memelukan agama sebab di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan,
manusia juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain di gunakan oleh kata
Al-Nafs menurut Quraish Shihab. Bahwa dalam pandangan Al-Qur’an Nafs di
ciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong
manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia
inilah yang oleh Al-Qur’an dianjurkan untuk di beri perhatian lebih besar.
Sebagai mana firman Allah swt. Yang
berbunyi:ﻓﺠﻮﺮﻫﺎﻮﺗﻗﻭﻫﺎﻓﺎﻟﻬﻣﻬﺎﻮﻣﺎﺴﻭﻫﺎﻮﻧﻓﺲArtinya: “Demina serta demi penyempurna
ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan ketaqwaan”.
(QS.Al-Syams:78) Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah
karena manusia dalam kehidupanya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik
yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam. Tantangan dari dalam
berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan yang datang dari luar
dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang di lakukan manusia yang secara
sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluar
kabiaya, tenaga dan fikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk
kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan.
Allah berfirman dalam Al-Qr’ an SuratAl-Anfal: 36 Yang artinya: “sesungguh ya
orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah”. (QS.Al-Anfal:36) Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan
biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang-orang mengikuti
keinginannya. Barbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain
sebaginya di buat dengan sengaja. Untuk itu, upaya membatasi dan membentengi
manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama
Godaan
dan tantangan hidup demikian itu, saat ini meningkat, sehingga uapaya mengagamakan
masyarakat menjadi penting
3.
Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah kemanusian Islam adalah suatu
system ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah SWT, di turunkan kepada ummat
manusia dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang
datang dari Tuhan yang menciptakan manusia sudah tentua jaran Islam akan
selaras dengan fitrah kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal
manusia secara umum sejak kelahiran (bahkan sejak awal penciptaan) dengan
segala karakteristiknya yang masih bersifat potensial atau masih berupa
kekuatan tersembunyi yang masih perlu di kembangkan dan di arahkan oleh ikhtiar
manusia baik fitrah yang berkaitan dengan dimensifisik atau non fisik, yaitu
akal, nafsu, perasaan dan kesadaran (qalb) dan ruh. Kenyataan bahwa manusia
memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertamakali ditegaskan dalam ajaran
Islam. Yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia sebelumnya. Manusia
belum mengenal kenyataaan ini. Baru masa ini, muncul beberapa orang yang menyerukan
dan mempopulerkannya dalam keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang
melatarbelakangi perlunya manusia memeluk agama. Sebagai mana firman Allah yang
berbunyi:
ﻓﺄﻗﻢﻭﺠﻬﻚﻠﻠﺪﻳﻦﺣﻧﻳﺎﻓﻄﺭﺓﺍﻟﻟﻪﺍﻟﺗﻰﻓﻄﺮﺍﻟﻧﺎﺲﻋﻠﻳﻬﺎ
Artinya:
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dngan fitrah itu”. (QS.Ar-Rum:30).
Adanya potensi fitrah agama yang terdapat pada manusia tersebut dapat pula di
analisis melalui istilah Ihsan yang di gunakan Al-Qur’ an untuk menunjukan
manusia. Mengacu kepada informasi yang di berikan Al-Qur’an, Musa Asy’ ari
sampai pada suatu kesimpulan, bahwa manusia Ihsan adalah manusia yang menerima
pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Melalui uraian
tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam diri manusia sudah terdapat
potensi untuk beragama. Potensi beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan,
dan seterusnya dengan mengenal agama kepadanya. Dengan arahan ajaran Islam,
fitrah kemanusia anakan membawa manusia ke arah kebaikan dan ke selamatan baik
bagi dirinya maupun bagi orang lain.
4.
Islam Sebagai Agama yang Lurus Islam merupakan agama yang lurus karena islam
sebagai hidayah (petunjuk) dalam kehidupan umat manusia sebagai mana firman
Allah dalam surat Al-Baqarah : 38) “Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk
(dalam menempuh kehidupan). Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut,
niscaya mereka tidak akan di timpa rasa khawatir dan takut (dalam kehidupan)
dan tidak akan bersedih hati ”. (Q.SAl-Baqarah:38)
A.
Hidayah Allah untuk manusia Hidayah secara istilah Islam berarti
‘Petunjuk yang di berikan oleh Allah pada makhluk hidup agar mereka
sanggup menghadapi tantangan kehidupan dan menemukan solusi(pemecahan)‘ bagi
persoalan hidup yang di hadapinya’. Oleh karena itu hidayah merupakan alat
bantu yang di berikan oleh Allah kepada makhluk hidup untuk mempermudah
menjalani kehidupannya
Ada
4 tingkat hidayah yang di berikan oleh Allah swt. Kepada manusia,
yaitu:
1) Hidayah
ghariziyah (bersifat instinktif), yaitu petunjuk untuk kehidupan yang di
berikan oleh Allah swt. Bersamaan dengan kelahiran berupa kemampuan untuk
menghadapi kehidupan, sehingga sanggup untuk bertahapan hidup (fungsi
survival).
2) Hidayah
hissiyyah (bersifat indrawi), yaitu petunjuk berupa kemampuan indera dalam
menangkap citra lingkungan hidup, sehingga ia dapat menentukan lingkungan mana
yang sesuai dengannya sehingga menemukan kenyamanan dalam menjalani kehidupan
secara fisikal (fungsi adaptif).
3) Hidayah
aqliyyah (bersifat intelektual)
yaitu
petunjuk yang di berikan oleh Allah swt. Berupa kemampuan berfikir dan menalar,
yaitu mengolah segala informasi yang di tangkap melalui indera. Dengan
kemampuan ini manusia memiliki kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan
sehingga dapat memanipulasi dan mereka yang salingkungan untuk
menciptakan kemudahan, kesejahteraan dan kenyamanan hidupnya (fungsi
developmental atau pengembangan hidup).
4)
Hidayah diniyyah (berupa ajaran agama)
yaitu
petunjuk yang di berikan Allah swt. Kepada manusia berupa ajaran-ajaran praktis
untuk di terapkan dalam meniti kehidupan secara individual dan menata kehidupan
secara komunal, bersama-sama orang lain, sehingga manusia mendapatkan
kebahagiaan dan kenikmatan hakiki dan ketenangan batin dalam menjalani
kehidupannNYA.
Hidayah ketiga
dan ke empat ini hanya di berikan kepada umat manusia dengan kedua
jenis hidayah inilah manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya.
Dengan hidayah aqliyyah (kemampuan intelektual), manusia menjadi
berbeda secara signifikan bila di bandingkan dengan binatang (demikian juga
dengan jin dan malaikat). Dan dengan hidayah diniyyah (petunjuk
agama), manusia dapat meningkatkan spirituallitasnya dan mencapai ketingkat
yang lebih tinggi dari malaikat sekali pun
b. ISLAM,
Satu-satunya hidayah diniyyah
Untuk
membimbing manusia dalam meniti dan menata kehidupan, Allah menurunkan agamanya
sebagai pedoman yang harus dijadikan referensi dalam menetapkan setiap
keputusan, dengan jaminan ia akan terbebas dari segala kebingungan dan
kesesatan. Firman Allah yang terjemahannya: “Nanti akan Aku berikan kepadamu
petunjuk (dalam menempuh kehidupan). Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku
tersebut, niscaya mereka tidak akan di timpa rasa khawatir dan takut (dalam
kehidupan) dan tidak akan bersedih hati”.(Q.SAl-Baqarah:38). Dan Allah swt.
Menegaskan bahwa satu-satunya hidayah yang benar yang Iaridhoi itu adalah agama
islam.“Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah ISLAM”.“ Pada hari ini Aku
lengkapkan bagimu agama mu dan Aku sempurnakann hikmat-Ku kepadamu. Dan Aku
ridhoi Islam sebagai agamamu.
c. Agama
islam, dapat berperan dan berfungsi bagi manusia yang dapat dikembangkan oleh
setiap individu, sebagai berikut:
1.
Pemberi makna bagi perbuatan manusia.
2. Alat
control bagi perasaan dan emosi.
3.
Pengendali bagi hawa nafsu yang terus berkembang.
4.
Pemberi reinfor cement (dorongan penguat) terhadap kecenderungan
berbuat baik pada manusia.
5.Penyeimbang
bagi kondisi psikis yang berkembang
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sehingga dapat di simpulkan bahwa agama sangat
di perlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi
lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang
selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat
kauniyah (Sunn atu llah) yang terbentang di alam semesta dan
ayat-ayatqur’aniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an, menyeimbangkan antara dunia
dan akherat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan
manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan
sempurna dan bahagia.
B.SARAN
Kita
sebagai manusia hendaknya berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI, 2009, Islam
Tuntunan dan Pedoman Hidup,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar